|
Sewajarnya burung terbang di udara, namun bila tiba-tiba mati dan terjatuh dari langit merupakan kejadian langka. Di wilayah Kota Chongqing (baca: Jong Jing) – bagian tenggara Tiongkok, banyak penduduk mengatakan, kejadian burung “jatuh” dari langit itu sudah bukan hal aneh lagi.
Selain terdapat jenis burung kecil seperti Leiothrix, Burung Gereja dan sejenisnya, juga burung-burung besar sejenis Pegar, Elang Pipit dan lainnya, selain itu frekuensi jatuhnya semakin kerap, ini menimbulkan keresahan penduduk setempat.
Dr. Lu yang tinggal di dekat Lin Yuan Kota Chongqing memunguti beberapa ekor burung mati yang berjatuhan. Ia merasa fenomena ini sangat aneh, karena burung yang jatuh terdiri dari berbagai jenis, kadang jatuhnya bersamaan. Ada pula penduduk yang menyatakan, setengah tahun terakhir ini kicauan burung terdengar aneh, dibandingkan dengan dulu, suara mereka terasa agak sendu, selain itu terkadang setelah memekik keras beberapa kali, tidak diketahui lagi kelanjutannya.
Apa yang menyebabkan fenomena ini? Ada pendapat beranggapan burung itu mati karena tua, namun dari hasil pemeriksaan, banyak diantaranya masih dalam usia muda. Ada yang beranggapan karena mati kelaparan, namun bisakah burung dengan jumlah banyak tersebut sakit secara kelompok dan berakibat perut kosong kelaparan? Ada juga yang curiga disebabkan pencemaran, namun sebenarnya pencemaran apa dan dari mana? Tiada yang mengetahui. Ada lagi yang berargumen karena terdapat sejumlah bekas luka pada tubuh burung, maka diperkirakan diburu manusia, namun tidak semua burung demikian, lalu bagaimana penjelasannya?
Coba simak kejadian burung terbang jatuh yang pernah terjadi di negara lain.
Desember 2007, sekitar 5.000 ekor burung terjatuh dan mati di dekat Kota Esperance, tenggara Perth - Australia, termasuk burung Pemangsa Madu, Gagak, Elang dan Merpati. Melalui pemeriksaan, penyebab kematian dikarenakan keracunan timbal karbonat. Ketika itu di sebuah dermaga dekat kota kecil itu sedang ada pemuatan timbal karbonat, padahal timbal karbonat berupa semacam serbuk putih beracun, digunakan untuk bahan cat. Kemungkinan besar timbal karbonat itu bocor sehingga burung terbang mati dalam jumlah besar saat melewatinya.
Juli 2008, sekitar 200 ekor burung Camar di sebuah pantai di dekat Perth terjatuh massal dari langit dan mati. Biro lingkungan hidup melancarkan pemeriksaan menyeluruh terhadap sejumlah pabrik besar, namun tetap belum berhasil menemukan penyebab mendasar kematian burung camar tersebut.
Akhir Mei 2009, lagi-lagi di dekat Perth terjadi kasus kematian burung terbang, sekitar 200 ekor mati terjatuh dari langit. Di dalam burung terbang tersebut terdapat jenis Ibis, Gagak dan Camar. Hasil pemeriksaan awal menunjukkan, burung-burung itu karena menyedot Parathion yang berlebihan hingga mati. Parathion merupakan semacam Pestisida Organofosfat dan banyak digunakan di hortikultura, dapat membunuh lalat dan serangga lainnya, namun sekaligus mengancam jenis unggas.
Dari tiga kasus burung rontok itu, kira-kira tak sulit diduga, kasus burung berguguran di Chongqing barangkali karena semacam pencemaran. Apabila hendak menguji prediksi ini apakah betul, barang kali harus dilakukan penelitian di Chongqing sebenarnya terdapat pabrik atau material yang menimbulkan pencemaran, dan hal ini membutuhkan dukungan pemerintah setempat untuk menyelidiki dengan seksama dan penuh tanggung jawab, juga harus menguji pencemaran semacam ini apakah menimbulkan ancaman terhadap manusia.
Akan tetapi, ada semacam penjelasan yang membuat orang merasa risau: burung terbang terjatuh dan mati menandakan tibanya wabah penyakit.
Pada 323 SM di imperium Persia kuno, malam menjelang sang penakluk Alexander Agung sedang siap menyerbu jazirah Arab. Tiba-tiba ia jatuh sakit. Cukup setelah 12 hari, Alexander wafat. Menurut catatan ahli sejarah Yunani kuno, sebelum ia sakit, “Ia menengadah ke atas dan terlihat di langit segerombolan burung saling mematuk, kemudian terjatuh dari langit dan mati.” Ini sepertinya pertanda buruk.
Dr. Marr John dari AS, peneliti berbagai penyakit daerah tropis, setelah mengamati sejumlah besar data sejarah, ia mengeluarkan hipotesa kematian Alexander kemungkinan terjangkit “demam Sungai Nil barat”. Penopang argumen itu, pada 1999 di kota New York juga pernah terdapat sejumlah besar burung tiba-tiba terjatuh dari langit dan mati – mereka semua terkena demam Sungai Nil barat.
Setelah 2-3 minggu, ada yang terkena penyakit semacam ini, demam Sungai Nil barat merupakan semacam penyakit infeksi virus yang tersebar melalui nyamuk dan burung. Manusia ada kemungkinan terjangkit penyakit semacam ini, gejala terjangkitnya pada manusia ialah suhu badan tinggi secara terus menerus, itu sesuai dengan gejala penyakit Alexander Agung sebelum kematiannya.
Apabila mati dan rontoknya burung terbang betul sebuah pertanda wabah penyakit, bagaimana kita bersikap? Barangkali kita seharusnya merenungkan dengan seksama, melalui kejadian ini sang Pencipta sedang mengingatkan apa kepada kita!
0 comments:
Posting Komentar